75 Juta Gen Z Indonesia Bisa Hadapi Kesulitan Keuangan Gegara Tren YOLO dan FOMO
Ilustrasi pengelolaan keuangan /foto: Freepik. |
Hadapi Kesulitan Keuangan Gegara Tren YOLO dan FOMO
DPLRDBMDN Memory - Fenomena YOLO (You Only Live Once) dan FOMO (Fear of Missing Out) telah menjadi gaya hidup dominan di kalangan Gen Z, khususnya di Indonesia.
Dengan populasi sekitar 75 juta jiwa atau sekitar 27% dari total penduduk Indonesia, Gen Z kini menjadi salah satu kelompok demografis terbesar di negeri ini.
Namun, tren hidup hedonistik dan terobsesi dengan teknologi ini menimbulkan kekhawatiran tersendiri.
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Hasan Fawzi, menyebut bahwa Gen Z berisiko besar terjerat kesulitan keuangan jika tren ini terus berlanjut tanpa adanya literasi finansial yang memadai.
Artikel ini akan membahas secara mendalam bagaimana tren YOLO dan FOMO mempengaruhi keuangan Gen Z, serta bagaimana literasi keuangan bisa menjadi solusi dalam menghadapi fenomena ini.
Fenomena YOLO dan FOMO di kalangan Gen Z:
Tren YOLO: Hidup Ini Hanya Sekali
YOLO, atau "You Only Live Once" adalah salah satu semboyan yang paling populer di kalangan Gen Z.
Filosofi di balik YOLO mendorong individu untuk menjalani hidup dengan semaksimal mungkin, tanpa terlalu banyak khawatir tentang masa depan.
Dalam konteks gaya hidup, YOLO sering kali diterjemahkan sebagai pengeluaran impulsif, berpartisipasi dalam aktivitas mahal, atau mengikuti tren tanpa mempertimbangkan kondisi keuangan jangka panjang.
Hasan Fawzi mencatat bahwa YOLO sering kali memicu perilaku konsumtif di kalangan anak muda.
Ketika mereka menerima pendapatan tambahan, misalnya, banyak yang segera menghabiskannya untuk memenuhi keinginan jangka pendek.
Seperti membeli barang-barang mewah, makan di restoran mahal, atau mengikuti perjalanan wisata. "Saat seseorang mendapatkan kelebihan uang sedikit, langsung menghabiskannya."
"Tanpa berpikir bagaimana merencanakan pengelolaan uang dan investasi untuk kebutuhan-kebutuhan yang akan datang," ungkap Hasan dalam Festival Literasi Finansial 2024 Kami Generasi Siap Finansial, Jumat (27/9/2024).
Meskipun YOLO mendorong kebebasan dan petualangan, gaya hidup ini membawa risiko finansial yang serius jika tidak diimbangi dengan perencanaan keuangan yang baik.
FOMO: Ketakutan Ketinggalan Tren
Sementara itu, FOMO, atau "Fear of Missing Out" adalah fenomena di mana seseorang merasa takut jika tidak mengikuti tren terbaru.
Terutama di era media sosial. Gen Z sangat terhubung dengan media sosial, yang sering kali menciptakan ilusi tentang gaya hidup orang lain yang tampak lebih menarik atau "sempurna."
Akibatnya, banyak anak muda yang berusaha keras untuk tetap relevan dengan tren dan gaya hidup ini, meski sering kali harus mengorbankan stabilitas finansial.
Hasan menekankan bahwa FOMO sering membuat anak muda memilih produk atau layanan keuangan digital tanpa mempertimbangkan kebutuhannya yang sebenarnya.
Banyak yang tertarik oleh penawaran-penawaran finansial yang "trendy" atau menarik di media sosial, meskipun produk tersebut tidak selalu sesuai dengan kebutuhan atau kemampuan finansial mereka.
FOMO tidak hanya terjadi pada konsumsi barang fisik, tetapi juga dalam dunia keuangan digital.
Gen Z kerap kali tergoda untuk berinvestasi dalam aset digital seperti cryptocurrency atau saham berisiko tinggi hanya karena takut tertinggal dari teman-teman mereka.
Literasi Keuangan yang Kurang: Faktor Pendorong
Salah satu masalah utama yang dihadapi oleh Gen Z adalah literasi keuangan yang masih kurang memadai.
Menurut Hasan Fawzi, meski teknologi keuangan digital telah membawa kemudahan bagi masyarakat dalam bertransaksi, kompleksitas dari produk dan layanan keuangan digital juga semakin meningkat.
Sayangnya, tidak semua anak muda memahami seluk-beluk dunia keuangan digital ini.
Hal ini diperburuk oleh kurangnya pengetahuan tentang pengelolaan uang, investasi, dan risiko finansial.
Banyak dari mereka yang tidak memiliki rencana keuangan jangka panjang, dan mengandalkan pendapatan instan atau layanan pinjaman online untuk memenuhi gaya hidup mereka.
Ini bisa menyebabkan ketergantungan pada utang, yang akhirnya memicu kesulitan keuangan di kemudian hari.
FOPO: Takut akan Opini Publik
Selain YOLO dan FOMO, Hasan juga memperingatkan tentang fenomena FOPO, atau "Fear of Public Opinion.
Di era media sosial yang serba visual, Gen Z sering kali merasa tertekan untuk mematuhi standar gaya hidup yang ditetapkan oleh komunitas online mereka.
Ketika memilih produk atau layanan keuangan digital, banyak yang melakukannya hanya karena takut akan kritikan atau kurangnya persetujuan dari orang-orang di sekitar mereka.
Fenomena ini bisa terlihat dari kebiasaan memposting gaya hidup mewah di media sosial, yang sebenarnya tidak mencerminkan kemampuan finansial yang sesungguhnya.
Banyak dari mereka yang berhutang hanya demi mendapatkan "like" atau apresiasi dari teman-teman online mereka.
Risiko Modus Keuangan Digital dan Penipuan
OJK juga menekankan pentingnya kewaspadaan terhadap modus penipuan keuangan digital yang marak terjadi di era digital ini.
Banyak anak muda yang tanpa sadar membagikan informasi pribadi mereka melalui media sosial, yang kemudian dimanfaatkan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab untuk tindakan ilegal.
Hasan Fawzi menyoroti pentingnya menjaga data pribadi dan selalu memastikan bahwa produk atau layanan keuangan yang digunakan telah terdaftar dan memiliki izin resmi dari otoritas berwenang.
Penawaran yang terlalu menggiurkan, seperti bunga yang sangat tinggi, harus segera dicurigai dan diteliti lebih lanjut sebelum memutuskan untuk berinvestasi atau mengambil produk tersebut.
Pentingnya Literasi Finansial Bagi Gen Z
Untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh tren YOLO, FOMO, dan FOPO, literasi finansial menjadi salah satu solusi utama.
OJK dan berbagai lembaga keuangan di Indonesia telah berupaya meningkatkan literasi finansial di kalangan anak muda melalui program-program edukasi dan seminar.
Literasi finansial yang baik akan membantu Gen Z untuk lebih memahami bagaimana mengelola keuangan mereka, memilih produk keuangan yang tepat, dan menghindari risiko finansial yang tidak perlu.
Literasi keuangan tidak hanya mengajarkan tentang cara menyimpan uang, tetapi juga bagaimana membuat rencana keuangan yang sehat dan mengambil keputusan keuangan yang bijaksana.
Hal ini termasuk memahami risiko dalam berinvestasi, cara menghindari utang yang berlebihan, serta bagaimana memanfaatkan layanan keuangan digital dengan bijak.
Langkah Menghadapi Tren YOLO dan FOMO
Untuk menghadapi tantangan yang disebabkan oleh tren YOLO dan FOMO, ada beberapa langkah yang bisa diambil oleh Gen Z agar tetap stabil secara finansial:
1. Membuat Anggaran Keuangan
Langkah pertama yang bisa diambil adalah membuat anggaran bulanan.
Dengan mengetahui pendapatan dan pengeluaran secara detail, Gen Z dapat lebih bijak dalam mengelola uang mereka dan menghindari pengeluaran yang tidak perlu.
2. Menabung dan Berinvestasi Secara Bijak
Alih-alih menghabiskan semua uang yang dimiliki, mulailah menabung dan berinvestasi.
Memiliki tabungan darurat dan rencana investasi jangka panjang bisa membantu menghadapi situasi tak terduga di masa depan.
3. Pilih Produk Keuangan dengan Cermat
Jangan mudah tergoda oleh penawaran yang terlihat menggiurkan tetapi tidak realistis.
4. Edukasi Diri Tentang Keuangan Digital
Dengan pemahaman yang baik, mereka dapat menggunakan layanan ini untuk mempermudah hidup tanpa harus menghadapi risiko yang besar.
5. Kurangi Ketergantungan pada Media Sosial
Jangan biarkan tekanan dari media sosial membuat keputusan keuangan yang tidak bijaksana.
Menavigasi Masa Depan Finansial Gen Z
Gen Z Indonesia menghadapi tantangan besar dalam hal keuangan di era digital ini.
Tren YOLO, FOMO, dan FOPO memang menawarkan gaya hidup yang menarik, tetapi juga membawa risiko finansial yang signifikan.
Dengan populasi sekitar 75 juta jiwa, penting bagi Gen Z untuk mulai memikirkan masa depan keuangan mereka.
Literasi keuangan yang kuat, ditambah dengan kesadaran akan risiko digital, adalah kunci untuk menghadapi tantangan ini.
OJK dan lembaga keuangan lainnya memainkan peran penting dalam menyediakan edukasi finansial.
Tetapi pada akhirnya, tanggung jawab terbesar ada pada individu Gen Z itu sendiri untuk membuat keputusan yang cerdas dan bijaksana dalam mengelola uang mereka.
Baca Berita Lainnya di GOOGLE BERITA