Danantara Indonesia Salurkan US$10 Miliar Kuartal IV/2025, Fokus Waste-to-Energy dan Likuiditas Pasar Saham

Pergerakan investasi dari sovereign wealth fund baru, Danantara Indonesia, mulai mengemuka pada kuartal IV/2025.
Berdasarkan wawancara dengan Reuters, CIO Danantara, Pandu Sjahrir, menyebut bahwa dalam tiga bulan pertama operasionalnya (mulai Oktober 2025) dana senilai US$10 miliar (sekitar Rp165,8 triliun) akan mulai disalurkan.
Sekitar 80 % dari dana tersebut diarahkan ke proyek domestik, sementara sisanya dialokasikan untuk investasi luar negeri.
Pandu menyebut, “Bulan ini adalah pertama kalinya kami menyalurkan modal.
Dalam tiga bulan pertama saja, kami sudah harus menginvestasikan hampir US$10 miliar.”
Dana ini akan segera digunakan untuk sejumlah proyek awal, antara lain pembangunan desa haji di Arab Saudi, kolaborasi energi hulu dengan Pertamina, dan proyek waste-to-energy.
Beberapa proyek diperkirakan mulai beroperasi menjelang akhir 2025.
Dalam konteks waste-to-energy (PSEL), Danantara menargetkan 33 proyek di berbagai kabupaten/kota Indonesia.
Dari total itu, setidaknya 8 proyek direncanakan mulai diluncurkan pada akhir Oktober 2025.
Setiap lokasi PSEL berkapasitas 1.000 ton per hari, bersama infrastruktur pendukungnya, diperkirakan membutuhkan investasi antara Rp2 – 3 triliun.
Dengan demikian, total kebutuhan investasi untuk 33 proyek berkisar Rp66–99 triliun.
Model pembiayaan proyek PSEL tidak akan bergantung sepenuhnya pada Danantara, swasta maupun BUMD juga diundang menjadi mitra melalui mekanisme tender terbuka.
Danantara menegaskan bahwa pemilihan mitra akan bersifat transparan dan kompetitif.
Selain itu, Pandu menegaskan bahwa Danantara turut berupaya menggenjot likuiditas pasar saham Indonesia.
Kondisi saat ini menunjukkan bahwa rata-rata nilai perdagangan harian pasar saham Indonesia berada di sekitar US$1 miliar, jauh di bawah pasar saham India yang mencapai US$10–11 miliar.
Dengan posisi sebagai “liquidity provider”, Danantara berharap pemasukan modal baru ke pasar modal nasional dapat memberikan efisiensi aliran modal bagi investor swasta.
Pandu mengungkapkan, “Kami membutuhkan pasar modal yang kuat agar private market bisa masuk, karena pasar saham merupakan sarana untuk mengalirkan kembali modal tersebut.”
Dalam catatan BEI (Bursa Efek Indonesia), meskipun regulasi saat ini membatasi kewenangan Anggota Bursa menjadi liquidity provider, pihak BEI menyambut baik niat Danantara.
BEI mendukung agar BUMN anak perusahaan dari Anggota Bursa turut berperan dalam penyediaan likuiditas, tidak hanya pada perusahaan besar (lighthouse) tetapi juga saham-saham lain dalam daftar efek liquidity provider.
Beberapa fakta tambahan yang mendukung konteks ini:
Danantara diluncurkan pada 24 Februari 2025 dengan modal awal US$20 miliar dan target manajemen aset hingga US$900 miliar ketika operasional penuh.
Kolaborasi strategis dengan GEM untuk proyek pengolahan nikel dan pengembangan green industrial estate di Indonesia.
Penerbitan “Patriot Bonds” senilai Rp50 triliun sebagai instrumen pendanaan proyek transisi energi.
Penunjukan penasihat global seperti Ray Dalio dan Jeffrey Sachs guna memperkuat legitimasi internasional.
Garuda Indonesia menerima suntikan modal dari Danantara sebagai bagian dari restrukturisasi perusahaan pelat merah.
Rencana agresif ini menghadapi tantangan seperti isu tata kelola dan transparansi, ekspektasi pengembalian investasi, kompleksitas operasional proyek, serta kebutuhan menjaga kepercayaan investor swasta.
Keberhasilan strategi ini akan bergantung pada eksekusi yang matang, adaptasi terhadap risiko lokal, dan sinergi antara publik dan swasta.
Secara keseluruhan, langkah Danantara untuk menyalurkan US$10 miliar dalam kuartal IV/2025 menjadi momen penting dalam upaya negara mendorong transformasi ekonomi.
Keberhasilan pelaksanaannya akan menjadi tolok ukur penguatan pasar modal dan kepercayaan investor dalam negeri.