Analisis IHSG 6 Oktober 2025: Stabilitas Pasar, Inflow Asing, dan Dampak Geopolitik Global

IHSG, 6 Oktober 2025 menunjukkan sinyal stabilitas kuat di tengah dinamika geopolitik global dan perubahan aliran dana asing.
Data teknikal dan fundamental menegaskan bahwa tren penguatan masih berlanjut, didorong penguatan rupiah dan ekspektasi kebijakan dovish The Fed.
Pasar global menampilkan optimisme hati-hati.
Wall Street pada 3 Oktober 2025 ditutup menguat: Dow Jones naik 0,51%, S&P 500 naik tipis 0,01%, sedangkan Nasdaq melemah 0,28% karena rotasi sektor dari teknologi ke finansial dan energi.
Pelemahan dolar AS akibat risiko government shutdown dan ekspektasi penurunan suku bunga memicu aliran dana ke emerging markets.
Yield US Treasury 10Y turun di bawah 4,4%, menjadi sinyal pergeseran modal ke Asia.
Harga minyak Brent stabil di USD 87–90 per barel karena ketegangan Timur Tengah dan kebijakan suplai OPEC+.
Melemahnya dolar AS dan turunnya yield AS menjadi katalis positif bagi IHSG.
Namun, ketidakpastian fiskal AS dan risiko geopolitik membatasi agresivitas investor global.
Di sisi domestik, IHSG ditutup di 8.118 (+0,59%) dengan transaksi Rp 23 triliun.
Tekanan jual asing mulai mereda, sementara rupiah menguat enam hari berturut-turut ke Rp 16.540/USD.
Cadangan devisa Bank Indonesia di atas USD 140 miliar menjadi penopang kuat stabilitas ekonomi nasional.
Arus dana asing menunjukkan rotasi signifikan: sektor komoditas dan digital menjadi target utama.
Saham seperti WIFI dan RAJA mencatat net buy besar masing-masing Rp 204,5 miliar dan Rp 170,9 miliar.
ANTM, GOTO, dan CDIA juga mengalami inflow positif, sedangkan saham perbankan seperti BBRI, BMRI, dan BBCA masih dijual untuk profit taking.
Ini menandakan pergeseran strategi investor asing ke sektor pertumbuhan jangka menengah.
Secara teknikal, IHSG pada posisi 8.139,89 memperlihatkan momentum naik ringan.
MA5 di atas MA20 menegaskan tren bullish jangka pendek, dan MA200 menunjukkan tren panjang masih stabil naik.
Bollinger Bands melebar, volume meningkat, serta MACD membentuk golden cross positif, memperkuat sinyal bullish continuation.
RSI di kisaran 60–65 menunjukkan ruang kenaikan masih terbuka, dengan target resistance 8.200–8.300 selama inflow asing tetap terjaga.
Kombinasi global-lokal menunjukkan struktur solid. The Fed yang mulai dovish mendorong pergeseran modal keluar dari dolar ke pasar Asia.
Harga komoditas tinggi menguntungkan Indonesia sebagai eksportir nikel, timah, dan batu bara.
Meski tensi Timur Tengah bisa menekan margin manufaktur, sektor energi domestik diuntungkan.
Faktor lokal seperti penguatan rupiah, inflasi rendah di bawah 3%, dan cadangan devisa kuat menambah daya tarik investasi portofolio rupiah.
Pembagian dividen besar dari ASII dan TLDN menambah likuiditas pasar.
Aksi insider buying pada ASRI memperkuat optimisme sektor properti, sementara reformasi pajak dan pengawasan impor memperkokoh kepercayaan fiskal nasional.
Proyeksi ke depan: - Skenario optimis (60%): The Fed menurunkan suku bunga, inflow Rp 5–8T, IHSG 8.250–8.400.
- Skenario netral (30%): inflow stagnan, IHSG 8.000–8.200.
- Skenario pesimis (10%): DXY naik >107, geopolitik memanas, outflow Rp 5–10T, IHSG 7.850–7.950.
Strategi investasi fokus pada sektor dengan arus modal asing kuat.
Komoditas seperti ANTM, TINS, dan RAJA direkomendasikan buy on weakness.
Saham digital dan telekomunikasi seperti WIFI dan EXCL cocok untuk swing trade.
Sektor perbankan tetap fundamental kuat meski dalam fase net sell.
Consumer staples seperti UNVR dan CPIN menjadi pilihan defensif, sementara ASRI di sektor properti menawarkan potensi rebound jangka menengah.
Maka, saat sekarang IHSG berada dalam fase bullish konsolidatif yang sehat.
Dengan dukungan fundamental solid, rupiah kuat, dan optimisme global meningkat, IHSG berpotensi menembus level 8.400 dalam waktu dekat.
Fokus utama investor global tetap pada arah kebijakan The Fed dan ketegangan Timur Tengah.
Jika inflow asing berlanjut di sektor komoditas dan digital, rekor baru IHSG sebelum akhir tahun tampak semakin realistis.