Kisah Penceritaan Menggunakan Pertunjukan Ketoprak

Ketoprak merupakan drama tradisional yang diperagakan oleh sebuah grup kesenian sebagai kisah penceritaan

Pertunjukan Drama Tradisional Ketoprak

Ketoprak merupakan drama tradisional yang diperagakan oleh sebuah grup kesenian sebagai kisah penceritaan menggunakan pertunjukan ketoprak dan dipagelarkan di sebuah panggung dengan mengambil cerita dari sejarah, dongeng dan lainnya yang diselingi lawak (Jawa; Dagelan). Ketoprak muncul pada tahun ± 1922 pada masa Mangkunegaran. Kesenian ini diiringi musik dari gamelan yang berupa lesung, alu, kendang dan seruling. Kesenian rakyat ini akhirnya tetap berkembang di pedesaan dan pesisir pantai. Setelah sampai di Yogyakarta ketoprak disempurnakan dengan iringan gamelan Jawa lengkap dengan tema ceritanya mengambil kisah cerita (Babad) sejarah, cerita rakyat atau kerajaan. Ketoprak ini dilakukan oleh beberapa orang sesuai dengan peran didalam ceritanya.

kisah-penceritaan-menggunakan

Adapun ciri khas dari ketoprak ini dilakukan dengan dialog bahasa Jawa. Tema cerita dalam sebuah pertunjukan ketoprak bermacam-macam. Biasanya diambil dari cerita legenda atau sejarah Pulau Jawa. Banyak pula diambil cerita dari luar negeri misalnya; cerita cinta berasal dari Asia.

Ketoprak Merupakan Teater Rakyat yang Sangat Populer

Ketoprak adalah satu dari puluhan kesenian tradisional yang masih dapat bertahan hingga sekarang. Kesenian ini lahir sekitar tahun 1920 di Solo, namun mencapai puncaknya di Yogyakarta pada sekitar tahun 1950.

Ketoprak merupakan teater rakyat yang paling populer di Jawa tengah namun terdapat juga di Jawa Timur. Masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur umumnya sangat mengenal Ketoprak. Seolah-olah menjadi satu bagian untuk memenuhi kebutuhan hiburan, dalam kehidupan masyarakat dan mengalahkan kesenian lainnya seperti Srandul, Emprak dan kesenian rakyat lainnya.

Ketoprak pada mulanya hanya merupakan permainan orang-orang desa yang sedang menghibur diri dengan menabuh lesung secara berirama diwaktu bulan purnama, dengan sebutan Gejog. Kemudian ditambah dengan tembang (Nyanyian), yang dilakukan bersama dengan orang kampung ataupun desa, yang sedang menghibur diri dan akhirnya ditambah dengan gendang, terbang (Sejenis Rebana) dan suling, maka lahirlah Ketoprak Lesung, yang diperkirakan sekitar tahun 1887. Baru pada sekitar tahun 1909 untuk pertama kalinya dipentaskan Ketoprak yang berbentuk pertunjukan lengkap.

Perubahan Ketoprak dari Waktu ke Waktu

Di dalam sejarah, perubahan bentuk kesenian ketoprak itu sendiri terbagi menjadi beberapa istilah seperti berikut :

1. Ketoprak Gejog atau Lesung

Tahun 1887 s.d 1908; Asal mula ketoprak ini terwujud dari permainan para pemuda di dusun yang sedang bermain sambil diiringi irama lesung pada saat bulan purnama. Namun kebiasaan tersebut kini menjadi salah satu budaya dan salah satu seni drama tradisional kuno. Alat musik yang digunakan pada awalnya hanya sebuah Gejog (Lesung) dengan di iringi beberapa lelagon dolanan (Nyanyian Pedesaan) di antaranya lagu Ilir-Ilir, Jamuran, Ijo-Ijo dan lainnya. Ketoprak yang masih menggunakan iringan lesung tergelar sekitar tahun 1887 dan lakon yang di tampilan hanya bercerita tentang seputar kehidupan di pedesaan.

2. Ketoprak Wreksadiningrat

Tahun 1908 s.d 1925; K.R.M.T.H Wreksadiningrat seorang abdi dalem Bupati Nayaka di Surakarta Hadiningrat melihat ada kandungan seni yang sangat bagus di dalam ketoprak tersebut, hal itu menggugah hatinya untuk mengangkat tontonan ketoprak menjadi salah satu bagian dari kesenian keraton. Dari situlah ketoprak mengalami pertama kali perubahan, semula hanya di iringi musik lesung kemudian di tambah dengan kendang seruling dan terbang, nyanyian yang semula hanya lelagon dolanan akhirnya di tambah dengan Sekar Alit (Macapat) dan Sekar Tengahan di antaranya Mijil Pamular, Pucung Buplak, Gambuh dan lainnya.

Lakon yang di tampilkan mulai mengambil cerita-cerita berbau dongeng seperti Jaka Bodo, Warsa Warsi, Jaka Kusnun dan lainnya, perkembangan ketoprak mampu menarik perhatian kalangan keraton. Hal itu terbukti dengan banyaknya kerandah dalem (Orang Dalam Keraton) yang berminat mementaskan untuk beraneka macam acara yang di adakan oleh kerandah dalem, bahkan Susuhunan Mangkunegaran sendiri tidak jarang menampilkan ketoprak Wreksadiningrat. Tidak di ketahui dengan jelas apa penyebab bubarnya ketoprak Wreksadiningrat, ketoprak tersebut sejak tahun 1925 sudah tidak pernah menggelar pementasan lagi.

3. Ketoprak Wreksatama

Tahun 1925 s.d 1927; Kemudian di kampung Madyataman Surakarta berdiri grup ketoprak baru dengan nama ketoprak Wreksatama yang di dirikan oleh Ki Wisangkara bekas anggota ketoprak Wreksadiningrat. Di bawah kepemimpinan Ki Wisangkara ketoprak juga mengalami perubahan, musik iringan model Wreksadiningrat oleh ketoprak Wreksatama di perlengkap lagi dengan saron, biola, gitar, mandolin, kenong, kempul, gong.

Nyanyian tetap seperti ketoprak Wreksadiningrat, tetapi lakon yang di tampilkan berubah, Ki Wisangkara sudah berani menampilkan lakon-lakon babad di antaranya cerita panji, ajisaka dan beberapa cerita-cerita berlatar belakang jaman kerajaan.

4. Ketoprak Krida Madya Utama

Tahun 1927 s.d 1930; Karena kesenian tersebut asalnya merupakan kesenian rakyat maka ketoprak tetap berkembang di daerah pedesaan atau pesisir (Daerah Tepi Laut) utara di Jawa Tengah sampai munculah ketoprak professional dengan nama Krida Madya Utama. Sebagai pendiri ketoprak tersebut adalah Ki Jaga Trunarsa dan Ki Citra Yahman. Di karenakan Krida Madya Utama adalah ketoprak professional yang keberlangsungan hidupnya tergantung kepada penonton maka ketoprak Krida Madya Utama akhirnya berpindah-pindah tempat (Jawa; Jajah Desa Milang Kori) sampai ke daerah Yogyakarta . Mulai saat itu ketoprak menjadi terkenal dan bisa mengungguli kesenian lainnya, seperti Srandul, Emprak dan lainnya.

5. Ketoprak Gardanela

Tahun 1930 s.d 1955; Setelah sampai di Yogyakarta ketoprak lebih di sempurnakan lagi dengan iringan gamelan jawa lengkap laras pelog, tema ceritanya mengambil babad dan sejarah dengan catatan kostum yang di pakai untuk pementasan tidak di perbolehkan menyamai aslinya “Pakaian Adat Jawa Kebesaran Keraton”.

Menurut tulisan karya W.S Rendra masa-masa itu di sebut Jaman Ketoprak Gardanela karena ketoprak pada waktu itu sudah mulai berkreasi menggarap cerita-cerita luar negeri seperti Sampek Engtay, Johar Manik maupun Jenderal Sie Jien Kwie.

6. Ketoprak Modern

Tahun 1955 s.d 1958; Ketoprak professional atau biasa disebut Ketoprak Tobong (Tobongan) benar-benar menjamur, banyak grup ketoprak bersaing dalam berbagai hal terutama tentang kreasi cerita dan pementasan, sehingga pada masa itu banyak grup ketoprak yang menambahkan sebuah kalimat di depan nama grupnya dengan kata moderen, misalnya; Ketoprak Modern Krido Mardi, Ketoprak Modern S 3 Marem dan lainnya.

7. Ketoprak Gaya Baru

Tahun 1958 s.d 1987; Bagaikan sebuah perlombaan yang akhirnya di menangkan oleh Ki Siswondo Harjo Suwito pada tahun 1958 ketoprak Siswo Budoyo dengan terobosan yang spektakuler berhasil menggulingkan ketoprak Modern dan menggantikannya menjadi ketoprak Gaya Baru Siswo Budoyo Tulungagung.

Ketoprak yang di Ketahui dari Musik Pengiringnya

Uraian beberapa jenis Ketoprak sebagai berikut :

1. Ketoprak Lesung

Penjelasan tentang ciri-ciri Ketoprak Lesung atau Gejog antara lain :

Cerita yang dibawakan adalah kisah-kisah rakyat yang berkisar pada kehidupan sehari-hari.

Alat musik yang dipergunakan dalam Ketoprak ini terdiri dari lesung, kendang, terbang dan seruling.

Kostum yang dipakaipun seperti keadaan mereka sehari-hari sebagai penduduk pedesaan, ditambah dengan sedikit make up yang bersifat realis.

Untuk mementaskan Ketoprak Lesung dibutuhkan pendukung sebanyak ± 22 orang, yaitu 15 orang untuk pemain (Pria dan Wanita) dan 7 orang sebagai pemusik. Dalam pertunjukan ini tidak dikenal adanya vokalis khusus atau waranggana.

Menggunakan pentas berupa arena dengan desain lantai yang berbentuk lingkaran.

Sampai sekarang Ketoprak Lesung yang ada masih mempertahankan alat penerangan berupa obor, tetapi ada juga pertunjukan Ketoprak Lesung yang menggunakan lampu (Jawa; Blencong) lampu yang mampu menyorot fokus kearah depan.

Pada waktu masuk atau keluar panggung atau kegiatan lain pemain Ketoprak Lesung melakukannya dengan tarian yang bersifat improvisasi.

2. Ketoprak Gamelan

Merupakan perkembangan lebih lanjut Ketoprak Lesung akan tetapi fungsi pertunjukan Ketoprak Gamelan ini tidak berubah, yaitu sebagai hiburan bagi masyarakat, yang kadang-kadang menyelipkan penerangan atau himbauan dari pemerintah kepada mereka.

Penjelasan tentang ciri-ciri Ketoprak Gamelan sebagai berikut :

Cerita yang dimainkan dalam Ketoprak Gamelan ini lebih banyak diambil dari cerita babad (arti; Cerita Turun-temurun) tentang kerajaan-kerajaan yang pernah ada, terutama di Pulau Jawa.

Untuk mementaskan Ketoprak diperlukan pendukung sebanyak kurang lebih 34 orang pemain, penabuh gamelan, waranggana dan dalang.

Lama pertunjukan untuk setiap pementasan mencapai 7 sampai 8 jam.

Para aktor (Pelakon) biasanya berpedoman pada naskah singkat yang dibuat oleh sutradara (Jawa; Dalang). Naskah ini hanya memuat pedoman tentang adegan apa saja yang harus ditampilkan dari inti cerita yang dipentaskan. Dialog, blocking dan lain-lain permainan di panggung sepenuhnya dilakukan oleh pemain secara improvisasi (Sesuai Kemampuan Akting dan Kosa Kata).

Ketoprak ini menggunakan alat musik yang berupa gamelan Jawa lengkap Pelog dan Slendro atau Slendro saja.

Tempat pertunjukan berupa pentas berbentuk panggung dengan dekorasi (Latar Belakang) yang bersifat realis (Sesuai dengan Lokasi Kejadian), misalnya; di Hutan, di Keraton maupun tempat yang sesuai cerita.

Sebelum permainan utama ketoprak di mulai, biasanya disuguhkan terlebih dahulu pertunjukan extra merupakan pembuka atau tambahan, penanda bagi penonton bahwa pertunjukan dimulai berupa tari-tarian (Jawa; Bedayan) yang tidak ada hubungannya dengan cerita yang akan dimainkan.

Kesenian ketoprak yang dahulu menjadi primadona kini, dari hari ke hari, semakin memudar. Masuknya kebudayaan baru dan teknologi yang modern, serta peran orang tua sekarang yang jarang sekali memberikan pendidikan kebudayaan terhadap anak didiknya mempengaruhi proses pelestarian kebudayaan.

Terjadi perubahan pandangan masyarakat, khususnya generasi muda, terhadap kesenian ketoprak yang dahulu sangat popular. Saat ini, kesenian ketoprak dianggap sebagai sesuatu yang ketinggalan jaman (Kuno), tontonan yang hanya pantas bagi orang terdahulu.

Sehingga membuat generasi muda merasa enggan serta gengsi untuk menyaksikannya. Banyaknya variasi hiburan yang lebih modern mengalihkan perhatian generasi muda dari warisan kebudayaannya.

Globalisasi menjadi faktor pendorong yang memudahkan kita untuk mengetahui segala informasi modern yang terjadi di dunia. Gejala yang juga menonjol sebagai dampak dari globalisasi informasi, adalah terjadinya perubahan budaya dalam masyarakat tradisional, yakni perubahan dari masyarakat tertutup menjadi masyarakat yang lebih terbuka.

Nilai-nilai yang bersifat homogen menuju pluralisme nilai dan norma sosial. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia secara mendasar. Kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah kepada globalisasi dan menjadi peradaban dunia sehingga melibatkan manusia secara menyeluruh.

Pementasan kesenian ketoprak yang lebih modern pun pernah dilakukan. Hal ini terbukti dengan adanya program “Ketoprak Humor” di televisi. Ketoprak Humor merupakan suatu program kesenian yang hadir pertama kali di stasiun televisi TVRI, pada akhir tahun '90-an atas bentukan mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Indonesia, Erman Suparno. Setelah itu, nama Ketoprak Humor semakin berkibar sejak tayang di stasiun televisi RCTI mulai 1998.

Antusias masyarakat terhadap program kesenian inipun dapat dibilang tinggi. Hal ini terbukti dengan dinobatkannya program kesenian Ketoprak Humor sebagai Program Kesenian Tradisional Paling populer di ajang Panasonic Awards, tiga kali berturut-turut yaitu tahun 2000, 2001, dan 2002. Program kesenian ini sangat memegang teguh nilai kebudayaan yang terkandung dalam setiap cerita yang dilakoni. Pada saat permintaan pasar yang menginginkan program ini menjadi program yang hanya mengedepankan sisi humor saja, sang sutradara Aries Mukadi memilih untuk menolaknya.

Meskipun Ketoprak Humor dikemas jenaka, tetap ada pakem-pakem yang harus dipertahankan. Misalnya saja dari unsur cerita harus dibuat serius, ada alur, disesuaikan dengan fakta sejarah, dan tidak boleh menyimpang. Kutipan kata-kata dari sutradara Aries Mukadi; “Konsep ketoprak itu kan kesenian tradisi, ada cerita, tokoh dan pakaiannya, yah itulah. Kayak sopan santunnya masih dipertahankan”.

Dalam upaya menjaga eksistensi kesenian ketoprak, beberapa seniman ketoprak membentuk komunitas Ketoprak Garapan, dengan kemasan yang berbeda dengan ketoprak yang sudah ada. Salah satunya adalah pementasan Ketoprak Ringkes yang sekarang ini sangat populer dan digemari masyarakat Yogyakarta. Ketoprak Ringkes merupakan upaya memberi warna dalam kesenian ketoprak yang sudah ada. Lakon cerita diambil dengan mengadaptasi situasi politk sosial yang sedang menjadi perbincangan masyarakat sementara gaya pementasan dibawakan secara santai, penuh dengan improvisasi. Kemasan pementasan ini membuat kesenian ini menjadi sangat segar, lucu dan menarik.

Hal ini seperti yang terlihat dalam pementasan “Cecak Nguntal Cagak (Cicak Makan Tiang)“ yang dimainkan oleh Komunitas Ketoprak Ringkes Tjap Tjontong di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta, siapapun akan sepakat menyatakan bahwa pementasan tersebut berlangsung sangat sukses. Gedung konser yang berkapasitas sekitar 1000 kursi terisi penuh tanpa sisa, sementara puluhan penonton yang tidak kebagian tempat duduk rela duduk lesehan beralas tikar dan koran didepan panggung. Pementasan yang berdurasi sekitar 2,5 jam juga berlangsung sangat interaktif. Celotehan penonton terhadap adegan-adegan yang dianggap menjenuhkan ditanggapi para pemain dengan dialog-dialog yang mampu memancing tawa.

Cicak Nguntal Cagak berkisah tentang carut marut (arti; Penerapan) hukum yang berlaku di kerajaan “Regul Bawana” yang dipimpin oleh Raja Kasmala Nagara. Raja yang setiap hari pekerjaannya hanya menjaga citra dan terlalu yakin dengan kekuasaannya karena merasa segala kebijakannya didukung rakyat ini justru didemo oleh rakyatnya akibat banyaknya kasus yang tak terselesaikan. Uang negara sebesar Rp. 6,7 trilyun yang menguap entah kemana belakangan diketahui bahwa uang tersebut ternyata dibagi-bagi oleh konglomerat ‘Digdoyo’ untuk para penguasa yang sangat korup, sementara pada sisi yang lain seorang rakyat kecil harus rela dipenjarakan, hanya karena ‘mengambil sebutir buah semangka’ milik tetangga.

Untuk menghindari tuduhan bahwa dirinya terlibat, Raja Kasmala Negara kemudian membentuk Tim Pencari Fakta. Namun, pembentukan tim ini ternyata justru membuat kondisi semakin runyam dan tak menentu. Bahkan beberapa tokoh baik justru harus rela masuk penjara karena menentang raja dan kisah ini diakhiri dengan pengunduran diri sang raja karena rakyat tak lagi percaya dengan Raja Kasmala Negara.

Aktor Teater yang juga seniman Ketoprak Drs.Susilo Ngarso Nugroho mengemukakan bahwa melubernya antusias masyarakat untuk menyaksikan pementasan Ketoprak Garapan seperti yang dimainkan oleh Komunitas Tjap Tjontong merupakan bukti bahwa minat masyarakat terhadap kesenian ini cukup tinggi.

Meski pementasan ketoprak malam itu berlangsung sukses, namun di balik kesuksesan itu, ada sebuah keprihatinan dan kekhawatiran terhadap eksistensi kesenian ketoprak semacam ini. Sebab, sampai saat ini ketoprak masih dimainkan oleh para seniman terdahulu. Jumlah generasi muda yang peduli serta berupaya mempertahankan kesenian ini dengan terjun langsung sebagai pemain ketoprak sangatlah sedikit. Jangankan memainkan sebuah peran dalam pertunjukkan kesenian ketoprak, menonton pun enggan rasanya.

Karena globalisasi dan ketidak tertarikan generasi muda terhadap kesenian ketoprak, menjadi faktor berkurangnya pengembangan kesenian Ketoprak sebagai budaya adi luhung di Pulau Jawa terutama bangsa Indonesia.

Sumber berita:
suaramerdeka.online

Next Post Previous Post
No Comment